Washington DC – Israel, Amerika Serikat (AS), dan Hamas mencapai kesepakatan sementara untuk membebaskan puluhan perempuan dan anak-anak yang disandera di Gaza dengan imbalan penerapan jeda pertempuran selama lima hari. Washington Post melaporkan kesepakatan itu, mengutip sejumlah sumber yang mengetahui kesepakatan itu.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para pejabat AS mengatakan belum ada kesepakatan yang tercapai.
Pembebasan sandera dapat dimulai dalam beberapa hari ke depan, kecuali ada hambatan pada menit-menit terakhir, menurut orang-orang yang mengetahui rincian perjanjian enam halaman itu, kata surat kabar itu pada Sabtu (18/11/2023).
Laporan tersebut muncul ketika Israel terlihat bersiap untuk memperluas serangannya terhadap militan Hamas hingga ke Gaza selatan. Sebelumnya serangan udara Israel menewaskan puluhan warga Palestina, termasuk warga sipil yang dilaporkan berlindung di dua sekolah.
Berdasarkan perjanjian sementara tersebut, semua pihak akan menghentikan operasi tempur setidaknya selama lima hari, sementara 50 atau lebih sandera dibebaskan secara berkelompok setiap 24 jam, menurut Post. Hamas menyandera sekitar 240 orang saat melakukan serangan di wilayah Israel pada 7 Oktober. Serangan itu juga menewaskan 1.200 orang.
Jeda perang tersebut juga dimaksudkan untuk memungkinkan masuknya sejumlah besar bantuan kemanusiaan, kata surat kabar itu. Disebutkan pula bahwa garis besar kesepakatan tersebut dibuat selama perundingan berminggu-minggu di Qatar.
Namun Netanyahu mengatakan pada konferensi pers pada Sabtu (18/11/2023) malam: “Mengenai para sandera, ada banyak rumor yang tidak berdasar, banyak laporan yang tidak benar. Saya ingin memperjelas: Sampai sekarang, belum ada kesepakatan. Namun, saya ingin berjanji: Ketika ada sesuatu yang ingin kami sampaikan – kami akan melaporkannya kepada Anda.”
Seorang juru bicara Gedung Putih juga mengatakan Israel dan Hamas belum mencapai kesepakatan terkait gencatan senjata sementara. Ia menambahkan bahwa AS terus berupaya untuk mencapai kesepakatan. Pejabat AS lainnya juga mengatakan belum ada kesepakatan yang dicapai.
Zona Kematian di RS
Israel berjanji untuk menghancurkan Hamas setelah serangan 7 Oktober. Ketika konflik memasuki minggu ketujuh, pihak berwenang di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan bahwa jumlah korban tewas terus naik menjadi 12.300, termasuk di antaranya 5.000 anak-anak.
Setelah menyebarkan selebaran pada awal pekan ini, Israel pada Sabtu (18/11/2023) mengeluarkan peringatan kepada warga sipil di bagian selatan Gaza untuk mengungsi, sebagai persiapan menghadapi serangan setelah berhasil mengendalikan bagian utara.
Israel menjadikan Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza sebagai fokus utama serangan daratnya di Gaza utara sehingga menimbulkan kekhawatiran dunia internasional.
Sebuah tim yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang mengunjungi Al Shifa pada Sabtu (18/11/2023) menggambarkan rumah sakit sebagai “zona kematian” karena adanya tanda-tanda tembakan dan penembakan. WHO mengatakan pihaknya sedang menggodok sejumlah rencana untuk segera mengevakuasi pasien dan staf yang tersisa di rumah sakit tersebut.
Di tempat lain di wilayah utara, Komisaris Jenderal Philippe Lazzarini dari UNRWA, organisasi bantuan PBB untuk pengungsi Palestina, mengatakan di platform media sosial X bahwa Israel membombardir dua sekolah lembaga tersebut. Padahal lebih dari 4.000 warga sipil berlindung di salah satu tempat itu, katanya.
“Puluhan orang dilaporkan tewas, termasuk anak-anak,” katanya. “Kedua kalinya dalam waktu kurang dari 24 jam sekolah tidak luput dari serangan. CUKUP, kengerian ini harus dihentikan.”
Juru bicara otoritas Hamas di Gaza mengatakan 200 orang tewas atau terluka di sekolah tersebut. Militer Israel tidak berkomentar.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, yang pemerintahannya menguasai sebagian Tepi Barat yang diduduki Israel, Sabtu (18/11/2023) mengatakan, ratusan orang yang terpaksa mengungsi terbunuh di dua sekolah di Gaza.
Abbas pada Sabtu (18/11/2023) meminta Presiden AS Joe Biden untuk campur tangan menghentikan operasi Israel di Gaza.
Tentara Israel membunuh dua warga Palestina dalam serangan di Tepi Barat pada Minggu (19/11/2023) pagi, kata kantor berita Palestina WAFA.
Badan tersebut mengatakan 15 warga Palestina tewas pada Minggu (19/11/2023) pagi akibat pengeboman udara Israel di jalur Gaza tengah dan selatan.
Tiga belas orang tewas dalam serangan terhadap sebuah rumah di Kamp Nuseirat di Gaza tengah, sementara seorang perempuan dan anaknya tewas di kota Khan Younis di selatan, kata WAFA.
Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.
Serangan Israel di selatan dapat memaksa ratusan ribu warga Palestina yang meninggalkan Kota Gaza di utara untuk mengungsi lagi, bersama dengan penduduk Khan Younis, sebuah kota berpenduduk lebih dari 400.000 jiwa, sehingga menambah krisis kemanusiaan yang mengerikan.
Konflik tersebut telah menyebabkan dua pertiga dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi.
Namun, serangan ke Gaza selatan mungkin terbukti lebih rumit dan mematikan dibandingkan di utara. Hamas berhasil menguasai wilayah Khan Younis, kata sumber senior Israel dan dua mantan pejabat tinggi.
Serangan udara di distrik pemukiman sibuk Khan Younis pada Sabtu (18/11/2023) pagi menewaskan 26 warga Palestina dan melukai 23 lainnya, kata pejabat kesehatan.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: RDP